RD. Yos Bintoro: Pastor Langka di Lingkungan TNI AU
Hal itu dialami Romo Yos, sapaan akrabnya, setiap kali ia memasuki Kesatrian Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta untuk mengajar. Terhitung sejak 1 Oktober 2007, kepangkatan Romo Yos telah naik satu tingkat, dari kapten menjadi mayor.
Romo Yos tidak saja dikenal akrab oleh mereka yang Katolik. ”Saya juga dipercaya oleh mereka yang bukan Katolik,” tutur perwira rohani Katolik ini. Sejak 1997, ia bertugas sebagai pastor militer di AAU Yogyakarta. Uskup Agung Jakarta Julius Kardinal Darmaatmadja SJ menugaskannya pertama kali sebagai pastor militer. Saat itu, teman-teman dekatnya mengingatkannya agar bersiap-siap frustrasi menjadi pastor tentara.
Romo Yos mengakui, di masa pencariannya berkarya sebagai pastor militer, ia sempat frustrasi selama empat tahun. ”Saya menjadi tentara kok begini, sia-sia,” pikirnya saat itu.
Seiring waktu, pastor kelahiran Jakarta, 30 November l967 ini sadar bahwa tugas di TNI AU tidak cukup hanya memberikan pembinaan rohani atau sekadar pelayanan pastoral saja. Namun, saatnya berbuat sesuatu untuk menyiapkan apa yang dibutuhkan TNI AU ke depan.
Di saat putus asa, ia berdoa dengan lelehan air mata. ”Apa benar Engkau mengutus aku di tempat ini? Kalau benar Engkau mengutus aku, aku minta tanda adanya gereja dan pastoran,” pintanya.
Doa Romo Yos terkabul. Tahun 2001, ia mampu merenovasi gudang di kawasan Pangkalan TNI AU untuk dijadikan bangunan gereja beserta pastoran. Dua tahun berselang, TNI AU menghibahkan bangunan gereja itu kepada Gereja Katolik. ”Jadi, bangunan Gereja St Mikael ini sekarang milik Gereja Katolik,” jelasnya.
Kebanyakan gereja dibangun dan bertumbuh dengan mengandalkan dana umat. Tetapi, Gereja St Mikael TNI AU berdiri dengan cara tersendiri. ”Kami harus mencari dana secara kreatif agar dalam waktu yang ditentukan, gereja sudah berdiri,” katanya.
Ia menyadari, selesainya pembangunan Gereja Katolik di lingkungan Pangkalan TNI AU tak lepas dari campur tangan Tuhan. ”Dalam pendanaan, banyak hal di luar akal sehat manusia terjadi. Kalau Tuhan menginginkan, apa pun akan terjadi,” ucapnya.
Pastoran Katolik TNI AU di Pangkalan Adisutjipto Yogyakarta juga dilengkapi dengan perpustakaan yang mengoleksi 2.000 buku. Buku-buku yang dipajang rapi di almari terdiri dari buku ekonomi, sosial, politik, budaya, keamanan, filsafat, sosiologi, dan psikologi. Ada juga buku-buku tentang hubungan antaragama, rohani, Kitab Suci, kepemimpinan, character building, kajian militer, kekuatan udara, biografi, termasuk novel.
”Di lingkungan perwira menengah (pamen) TNI AU, yang punya perpustakaan selengkap ini baru di sini. Kelak, perpustakaan dan seluruh isinya ini akan saya serahkan kepada Uskup untuk kekayaan harta benda keuskupan,” katanya.
Romo Yos mulai menyiapkan hal tersebut, mengingat arah Gereja TNI AU ke depan adalah pembangunan karakter. ”Kami akan menjadikan Gereja ini sebagai pusat studi kebangsaan, keamanan, dan perdamaian,” kata pastor yang tengah studi di Program Pasca Sarjana Perdamaian dan Resolusi Konflik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Pastor langka
Yos memang pastor langka. Ia merupakan satu-satunya pastor militer yang dimiliki TNI AU. Tiga pastor seangkatannya yang dulu sama-sama disiapkan menjadi pastor militer, tidak lolos dalam seleksi masuk. ”Kan romo-romo tidak disiapkan untuk punya kemampuan fisik seperti militer,” kata romo yang pernah ditugaskan dalam Operasi Satuan Tugas Pembina Mental di Timor Timur, selama delapan bulan ini.
Romo Yos heran, dirinya bisa lolos seleksi kemiliteran. Padahal, di masa kanak-kanak, fisiknya paling rapuh dibanding empat kakaknya. ”Guru SD dan orangtua saya tahu persis, dulu fisik saya lemah. Saya sering epilepsi perut dan sakit kepala,” kenangnya.
Karena sering sakit, anak kelima dari enam bersaudara pasangan KRT Rafael Ignatius Djoko Sukaryo Martokusumo dan Ray Maria Dolores Mursyanti ini terbilang tidak berprestasi di sekolah.
Namun, berkat doa-doa ibunya yang dilambari laku tirakat, serta tekad Yos untuk sembuh, sejak kelas V SD kondisinya membaik.
Yos tidak pernah main-main dengan panggilannya sebagai pastor militer. Apalagi, sebagai tentara, ia menghadapi godaan yang luar biasa, mengingat jenjang karier militer cenderung naik. Sementara sebagai imam, ia melihat kebalikannya: jalannya ke bawah. Jika tidak dihayati secara tepat, panggilan sebagai imam akan kehilangan orientasi. ”Di seminari, kami diajarkan jika ada dua pilihan: yang enak dan tidak enak, kami harus memilih yang tidak enak. Itu menjadi prinsip hidup saya,” tutur imam yang juga mengajar di Fakultas Teologi Wedabhakti, Yogyakarta ini.
Kini, ia merasa takut jika ada yang mengatakan bahwa bertugas sebagai pastor militer itu enak. Bisa jadi, mereka menganggap demikian karena karya Romo Yos di lingkungan TNI AU mulai tampak dan bisa dirasakan buahnya, baik oleh anggota TNI AU maupun masyarakat di sekitar Pangkalan Adisutjipto.
”Dulu, saya berkarya dengan ’gigi satu’. Sekarang, dengan ’gigi empat’,” tandasnya memungkasi perbincangan.
Biodata
Nama : Pastor Yos Bintoro Pr
Lahir : Jakarta, 30 November l967
Pendidikan:
• S1 Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta (1987-1992)
• Sedang studi S2 Program Pasca Sarjana Perdamaian dan Resolusi Konflik di UGM, Yogyakarta
Pekerjaan:
Ditugaskan sebagai pastor militer pertama yang mengikuti pendidikan reguler ketentaraan, dalam sejarah Gereja Katolik di Indonesia
• Perwira Menengah TNI AU Organik (Perwira rohani Katolik)
• Dosen/pembina pada Akademi Angkatan Udara
• Dosen tidak tetap MKU pada Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Sumber: HidupKatolik.com
Komentar
Posting Komentar